• LuckyDelapan News
Karena itulah, AS merasa perlu turut campur dengan mengalihkan militernya ke Asia.
VIVAnews - Konflik beberapa negara di Asia ibarat bara dalam sekam, terlihat diam padahal dapat meledak kapanpun. Jika dibiarkan terjadi, maka bukan tidak mungkin konflik di kawasan akan meluas hingga ke seluruh dunia.
Karena hal inilah pakar ekonomi dan politik Amerika Serikat, Lex Rieffel, mengatakan bahwa Asia merupakan ancaman perdamaian terbesar bagi dunia. Asia menurutnya tidak memiliki koeksistensi damai di antara negara di kawasan. Eropa yang telah memiliki hal ini sejak lama pun, bisa pecah perang dunia hingga dua kali.
"Ada ketegangan yang intens di Asia. Sebut saja Korea utara, Taiwan, masalah Laut China Selatan dan masalah dalam negeri di India. Potensi kekerasan antara negara di Asia saya yakin lebih tinggi dari pada kawasan lain," kata Rieffel kepada VIVAnews, Senin 30 Januari 2012.
Beberapa negara di Asia terlibat konflik terbuka dalam dua tahun belakangan. Korea Utara dan Korea Selatan terlibat baku tembak di perairan perbatasan November 2010, beberapa orang tewas. Thailand dan Kamboja juga terlibat baku tembak di perbatasan sengketa kedua negara April tahun lalu.
Di perairan Laut China Selatan, beberapa negara seperti Vietnam dan Filipina terlibat ketegangan dengan China. Wilayah ini sudah sejak lama menjadi biang sengketa antara enam negara di Asia, yaitu China, Taiwan, Filipina, Vietnam, Malaysia dan Brunei.
Amerika Serikat, kata Rieffel, telah menyadari hal ini dan merasa perlu turut campur. Untuk itu, Presiden Barack Obama saat mengungkapkan strategi baru militer AS, mengatakan bahwa Asia menjadi fokus baru angkatan bersenjata negaranya.
Karena hal inilah pakar ekonomi dan politik Amerika Serikat, Lex Rieffel, mengatakan bahwa Asia merupakan ancaman perdamaian terbesar bagi dunia. Asia menurutnya tidak memiliki koeksistensi damai di antara negara di kawasan. Eropa yang telah memiliki hal ini sejak lama pun, bisa pecah perang dunia hingga dua kali.
"Ada ketegangan yang intens di Asia. Sebut saja Korea utara, Taiwan, masalah Laut China Selatan dan masalah dalam negeri di India. Potensi kekerasan antara negara di Asia saya yakin lebih tinggi dari pada kawasan lain," kata Rieffel kepada VIVAnews, Senin 30 Januari 2012.
Beberapa negara di Asia terlibat konflik terbuka dalam dua tahun belakangan. Korea Utara dan Korea Selatan terlibat baku tembak di perairan perbatasan November 2010, beberapa orang tewas. Thailand dan Kamboja juga terlibat baku tembak di perbatasan sengketa kedua negara April tahun lalu.
Di perairan Laut China Selatan, beberapa negara seperti Vietnam dan Filipina terlibat ketegangan dengan China. Wilayah ini sudah sejak lama menjadi biang sengketa antara enam negara di Asia, yaitu China, Taiwan, Filipina, Vietnam, Malaysia dan Brunei.
Amerika Serikat, kata Rieffel, telah menyadari hal ini dan merasa perlu turut campur. Untuk itu, Presiden Barack Obama saat mengungkapkan strategi baru militer AS, mengatakan bahwa Asia menjadi fokus baru angkatan bersenjata negaranya.
"Jika kita melihatnya dalam konteks sejarah, beberapa dekade setelah Perang Dunia II, kebijakan luar negeri AS awalnya fokus pada Eeropa, lalu beralih pada Perang Dingin dengan Rusia, kemudian Timur Tengah Pasca 9/11, lalu Obama dan Hillary Clinton mengatakan sekarang fokus kita ke Asia," kata Rieffel.
Tapi Rieffel membantah keamanan adalah satu-satunya isu AS di Asia. Menurutnya, AS membidik semua bidang. Hal ini dikarenakan setengah dari populasi dunia berada di Asia. Selain itu, wilayah ini juga merupakan kawasan dengan perkembangan yang paling cepat di seluruh dunia.
Wawancara lengkap VIVAnews dengan Lex Rieffel dapat disimak di tautan ini.
0 comments:
Post a Comment