VIVAnews - Amerika Serikat sadar betul rezim Suriah sudah mulai terpojok dan tidak segan-segan menggunakan senjata pamungkasnya, yaitu senjata kimia. Presiden Barack Obama mengeluarkan komentar kerasnya soal kemungkinan ini.
Di Gedung Putih, dilansir Reuters, pada Selasa 21 Agustus 2012, Obama mengatakan negaranya memiliki batas-batas kesabaran soal perilaku rezim Bashar al-Assad yang membantai warganya.
Selama ini, AS menuruti kehendak beberapa negara di Dewan Keamanan PBB untuk menghindari konfrontasi militer. Obama mengatakan, selama ini mereka menahan diri untuk tidak turut campur, sesuai keputusan Dewan Keamanan PBB yang selalu diveto Rusia dan China.
Namun, kesabaran mereka akan habis jika Suriah mulai menggunakan senjata kimianya terhadap rakyat sipil dan pemberontak. "Pada titik ini, tidak perlu ada intervensi militer. Batas kesabaran kami adalah jika ada senjata kimia yang digunakan, dan itu akan mengubah keputusan saya," kata Obama.
Sebelumnya, pemerintah Suriah mengatakan mereka memiliki senjata kimia dan biologi. Namun, juru bicara Kementerian Luar Neger Suriah, Jihad Makdissi, bulan lalu mengatakan senjata itu disimpan di tempat aman, dan tidak akan digunakan untuk menggempur rakyat Suriah.
Makdissi mengatakan, senjata kimia baru akan digunakan jika ada tentara asing yang masuk wilayah mereka, dan turut campur memperkeruh suasana di Suriah. "Senjata-senjata ini disimpan dan diamankan pasukan militer Suriah dan tetap diawasi serta tidak akan pernah digunakan, kecuali bila Suriah menghadapi agresi asing," Makdissi menambahkan.
Namun, pernyataan rezim Assad yang telah membunuh 18.000 pemberontak dan rakyat sipil, banyak anak-anak dan wanita, tidak bisa dipegang sepenuhnya. Beberapa wilayah di Suriah, terakhir adalah Aleppo, menjadi tempat pembaringan ratusan tentara dan rakyat sipil yang dibunuh pasukan Assad.
Pertempuran juga masih sengit. Bukan tidak mungkin, jika terdesak, Suriah menggunakan senjata tersebut. Akil Hashem, pensiunan brigadir jenderal di angkatan bersenjata Suriah kepada kantor berita ABC mengatakan Suriah ibarat macan terluka. Seekor macan yang terluka bisa melakukan apa saja mempertahankan dirinya.
Suriah adalah satu dari tujuh negara yang menolak menandatangani Konvensi Senjata Kimia tahun 1993 yang melarang penggunaan senjata biologis pada perang. Enam negara lainnya adalah Angola, Burma, Mesir, Israel, Korea Utara, Somalia, dan Sudan Selatan.
Diyakini, Suriah memiliki senjata kimia jenis sarin, VX dan tabun di gudang senjata mereka. Pada tahun 1992, AS menjuluki negara ini sebagai satu-satunya negara Islam yang memiliki senjata kimia paling mematikan.
Penghasil fosfat
Situs Global Security menuliskan Suriah mulai mengembangkan senjata kimia pada tahun 1973 setelah perang Yom Kippur antara Israel dan negara koalisi Arab yang dipimpin oleh Mesir dan Suriah. Pasca perang, Mesir memberikan peluru artileri yang mampu membawa senjata kimia.
Sejak itulah, Suriah mulai mengembangkan senjata kimia mereka sendiri. Setelah Mesir berdamai dengan Israel, Presiden Hafiz al-Asad menyatakan bahwa Suriah harus mampu melindungi diri mereka sendiri. Selain karena tidak mampu mengembangkan senjata nuklir, senjata kimia jadi andalan Suriah jika mereka diserang tiba-tiba oleh Israel. Kini, Suriah memiliki program senjata kimia paling maju di Timur Tengah.
Diyakini, saat ini Suriah mampu menghasilkan ratusan ton senjata kimia per tahunnya. Tidak diketahui di mana rezim Assad memproduksi senjata kimia. Namun, CIA menduga ada empat lokasi tempat pabrik senjata kimia, di antaranya di utara Damaskus, Homs, Hama, dan Cerin.
CIA juga melaporkan Suriah tengah mengembangkan teknologi motor roket solid, diduga digunakan untuk rudal tipe Scud C. Rudal jenis ini mampu membawa senjata kimia. Sejak 1985, Suriah telah membuat hulu ledak kimia mereka untuk rudal balistik.
Suriah tidak sendirian, beberapa negara sekutu membantu menyumbangkan rudal penembak senjata kimia. Di antaranya adalah Rusia, China, Iran dan Korea Utara. Di antaranya yang disumbangkan adalah 50-100 hulu ledak yang rudal darat-ke-darat yang mampu membawa sarin, rudal jarak jauh dari Korut yang bisa mencapai jarak 600 kilometer dan dapat membawa gas beracun, dan beberapa peluncur roket yang dapat menempuh jarak hingga lebih dari 300 km.
Suriah juga tidak akan kehabisan bahan baku pembuatan senjata kimia. Pasalnya, negara itu memproduksi lebih dari dua juta ton fosfat per tahunnya dan memiliki cadangan fosfat sebanyak dua miliar ton. Fosfat adalah salah satu unsur penting pembuatan senjata kimia.
Assad juga tidak main-main dalam mengembangkan senjata ini. Pemerintah Suriah setiap tahunnya menggelontorkan dana antara US$1-2 miliar untuk rudal balistik yang mampu membawa zat kimia dan biologis.
Efek maut senjata kimia
Senjata kimia pertama kali digunakan di akhir abad ke 15 oleh tentara penakluk dari Spanyol. Mereka diketahui menggunakan semacam kendi diisi dengan abu dan cabe untuk menciptakan asap yang membutakan sebelum melakukan serangan.
Sejak itu, senjata kimia semakin mematikan dengan berbagai bentuk, termasuk gas beracun. Walaupun pada tahun 1899, Dekralasi Den Haag, melarang penggunaan senjata beracun, namun tetap saja digunakan para Perang Dunia I.
[FOTO: Seorang serdadu Kanada terkena serangan senjata kimia.]
Saat itu, sebanyak 124.000 ton gas digunakan dalam perang. Tentara Prancis adalah yang pertama menggunakannya. Diperkirakan, sekitar 1,2 juta orang tewas akibat senjata ini. Pada Perang Dunia II juga tidak jauh berbeda. Walaupun larangan menggunakan senjata kimia tercantum di Traktat Damai Versailles, namun tetap saja digunakan, terutama oleh Jepang.
Efek senjata kimia terhadap korbannya berbeda tergantung jenisnya. Suriah memproduksi jenis VX, tabun dan sarin yang merupakan senjata penyerang syaraf musuh. Senjata jenis adalah yang paling berbahaya di antara senjata kimia lainnya, mampu membunuh korbannya dalam waktu kurang dari 45 menit.
Jika terhirup, gejala pertama adalah rasa tegang, pupil membesar, hidung mengeluarkan cairan, sulit bernafas, detak jantung melemah, hilang kesadaran dan pembengkakan pada paru. Jika terkena kulit, hasilnya akan sama. Jika terhirup dalam jumlah banyak, dalam waktu 1-10 menit korban menemui ajal. Jika terkena mata, lebih cepat lagi tewasnya.
Senjata penyerang syaraf berbentuk cairan atau gas kuning ini juga mampu ditaburkan di seragam sasaran. Tanpa terdeteksi, racun telah menyerang syaraf tentara perlahan-lahan hingga berjam-jam sampai akhirnya dia tewas.
Senjata kimia lainnya adalah mustard belerang yang bisa menyebabkan pembengkakan dan rasa terbakar pada kulit, mata, tenggorokan, dan paru-paru. Jika terkena mata, bisa membuat kebutaan. Jika pun tidak tewas, bahaya kanker mengintai.
Tak ada jalan kembali?
Pemilikan senjata kimia oleh Suriah dibenarkan oleh Nawaf Farez, mantan diplomat Suriah untuk Irak, yang membelot. Dia bahkan mengatakan, senjata kimia macam Sarin, Tabun, VX, dan mustard gas telah digunakan rezim Assad di beberapa wilayah di kota Homs. Farez mengatakan bahwa Assad tidak akan turun dari kursinya dengan mudah.
"Kebanyakan warga Suriah yakin, bahwa Bashar al-Assad tidak akan memberikan kekuasaannya melalui jalur politis, dia hanya bisa digulingkan dengan kekerasan," kata Farez, dilansir Telegraph.
Negara tetangga juga cemas bukan main. Raja Yordania Abdullah II bahkan telah menyampaikan skenario terburuk jika rezim Assad tidak juga turun, dan perang saudara meluas hingga ke perbatasan. Dikhawatirkan, tangan al-Qaeda bisa ikut campur dan merebut senjata kimia dari Assad.
"Dalam kata lain, keadaannya sangat berantakan, sehingga skenario terburuknya adalah perang saudara di seluruh kawasan. Jika sudah demikian, tidak ada jalan kembali," kata dia.
Hashem mengatakan Assad bisa menemui nasib sama seperti diktator Timur Tengah lainnya yang digulingkan. Pilihannya ada dua, yaitu mati di tangan tentara revolusi--cepat atau lambat, atau kabur ke luar negeri ke negara-negara sekutu yang mau menampungnya.
"Sejauh ini ada tiga negara yang mampu memberikan Assad tempat perlindungan, di antaranya Rusia, China dan Iran. Tapi yang paling mungkin adalah Iran. Ada juga kemungkinan kudeta militer saat rezim mulai runtuh, bahkan adiknya sendiri mau menggulingkannya," kata Hashem.(np)