• LuckyDelapaNews
Pemicu bentrok karena kasus pencurian tiga ekor sapi.
(ANTARA/Deddy Irawan)
VIVAnews - Bentrok antar warga kembali terjadi. Kali ini warga Kampung Buyut, Gunung Sugih menyerang Kampung Kesumadadi, Kecamatan Bekri, Lampung Tengah. Aksi kekerasan ini terjadi Kamis, 8 November 2012 sekitar pukul 15.00 WIB.
"Warga Buyut datang dengan dua truk. Mereka bersenjata tajam menyerang kampung Kesumadadi," ujar Kepala Bidang Humas Polda Lampung, AKBP Sulistyaningsih kepadaVIVAnews, Jumat 9 November 2012.
Tak ada korban jiwa dalam bentrokan ini. Namun kerugian materi tak terhindarkan. Enam rumah rusak berat akibat dibakar. Sekitar 31 rumah lainnya rusak ringan dilempar benda keras.
"Saat ini 300 warga Kesumadadi diungsikan di Pondok Pesantren Darul Mustakhin yang berada di sekitar Desa Kesumadadi," kata Sulistyaningsih.
Aksi brutal warga ini dipicu kasus pencurian sapi pada 18 Oktober 2012. Kala itu, 3 ekor sapi milik warga Kampung Kesumadadi raib. Pencuri ditangkap, dihakimi massa dan dibakar hingga tewas. Belakangan diketahui, seorang yang diduga pencuri itu adalah warga Kampung Buyut bernama Khairil Anwar.
Mengetahui seorang warganya tewas mengenaskan, warga kampung Buyut memobilisasi untuk menyerang Kampung Kesumadadi. Pada Kamis kemarin, sekitar pukul 14.00 WIB, dengan menggunakan sepeda motor dan truk mereka menuju Kampung Kesumadadi.
Ratusan aparat kepolisian yang mengetahui bakal ada penyerangan, tiba di lokasi. Aparat berusaha untuk menahan massa agar tidak masuk Kampung Kesumadadi. Namun upaya polisi gagal.
Setelah berhasil masuk, massa langsung melakukan pengrusakan dan pembakaran. Aparat mencoba memundurkan massa yang beringas hingga ke perbatasan kampung.
"Sekitar pukul 19.00 WIB, massa sudah dapat dibubarkan, didorong keluar oleh petugas dari Brimob Polda Lampung," kata Sulistyaningsih.
Tak lama, pejabat dari Polda Lampung dan Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) Kabupaten Lampung langsung memantau lokasi kejadian. Pengamanan di lokasi diperketat untuk mengantisipasi aksi balasan. Sebanyak 5 kompi dari Brimob, 1 kompi gabungan Sabhara Polda Lampung, 1 SSK TNI, 1 Pleton Satpol PP diterjunkan. "Pelaku yang sudah diamankan sementara berjumlah 5 orang," katanya.
Tak hanya di Lampung Tengah, bentrok antar warga juga terjadi Nusa Tenggara Barat di hari yang sama, Kamis 8 November 2012. Warga dari dua kelurahan berbeda yakni, Kelurahan Simpasai dan Kelurahan Kandai Dua, Kabupaten Dompu saling serang di perbatasan perkampungan. [Lihat videonya di tautan ini]
Menggunakan senjata tajam, senapan angin dan panah mereka saling melukai. Akibatnya, banyak warga terluka. Konflik antar kelompok warga dipicu perkelahian antar pemuda dalam sebuah acara organ tunggal.
"Warga Buyut datang dengan dua truk. Mereka bersenjata tajam menyerang kampung Kesumadadi," ujar Kepala Bidang Humas Polda Lampung, AKBP Sulistyaningsih kepadaVIVAnews, Jumat 9 November 2012.
Tak ada korban jiwa dalam bentrokan ini. Namun kerugian materi tak terhindarkan. Enam rumah rusak berat akibat dibakar. Sekitar 31 rumah lainnya rusak ringan dilempar benda keras.
"Saat ini 300 warga Kesumadadi diungsikan di Pondok Pesantren Darul Mustakhin yang berada di sekitar Desa Kesumadadi," kata Sulistyaningsih.
Aksi brutal warga ini dipicu kasus pencurian sapi pada 18 Oktober 2012. Kala itu, 3 ekor sapi milik warga Kampung Kesumadadi raib. Pencuri ditangkap, dihakimi massa dan dibakar hingga tewas. Belakangan diketahui, seorang yang diduga pencuri itu adalah warga Kampung Buyut bernama Khairil Anwar.
Mengetahui seorang warganya tewas mengenaskan, warga kampung Buyut memobilisasi untuk menyerang Kampung Kesumadadi. Pada Kamis kemarin, sekitar pukul 14.00 WIB, dengan menggunakan sepeda motor dan truk mereka menuju Kampung Kesumadadi.
Ratusan aparat kepolisian yang mengetahui bakal ada penyerangan, tiba di lokasi. Aparat berusaha untuk menahan massa agar tidak masuk Kampung Kesumadadi. Namun upaya polisi gagal.
Setelah berhasil masuk, massa langsung melakukan pengrusakan dan pembakaran. Aparat mencoba memundurkan massa yang beringas hingga ke perbatasan kampung.
"Sekitar pukul 19.00 WIB, massa sudah dapat dibubarkan, didorong keluar oleh petugas dari Brimob Polda Lampung," kata Sulistyaningsih.
Tak lama, pejabat dari Polda Lampung dan Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) Kabupaten Lampung langsung memantau lokasi kejadian. Pengamanan di lokasi diperketat untuk mengantisipasi aksi balasan. Sebanyak 5 kompi dari Brimob, 1 kompi gabungan Sabhara Polda Lampung, 1 SSK TNI, 1 Pleton Satpol PP diterjunkan. "Pelaku yang sudah diamankan sementara berjumlah 5 orang," katanya.
Tak hanya di Lampung Tengah, bentrok antar warga juga terjadi Nusa Tenggara Barat di hari yang sama, Kamis 8 November 2012. Warga dari dua kelurahan berbeda yakni, Kelurahan Simpasai dan Kelurahan Kandai Dua, Kabupaten Dompu saling serang di perbatasan perkampungan. [Lihat videonya di tautan ini]
Menggunakan senjata tajam, senapan angin dan panah mereka saling melukai. Akibatnya, banyak warga terluka. Konflik antar kelompok warga dipicu perkelahian antar pemuda dalam sebuah acara organ tunggal.
Warga yang tinggal di dekat lokasi kejadian langsung menutup rumah mereka. Perempuan dan anak-anak terlihat menangis karena panik melihat aksi saling hantam antar kelompok warga. Aksi mereka berhenti setelah ratusan polisi diterjunkan ke lokasi.
Damai itu indah
Konflik antar warga sebelumnya juga terjadi di Lampung Selatan. Sejak Sabtu hingga Senin 28-30 Oktober 2012, warga Desa Agom dengan Desa Balinuraga saling bunuh. Sebanyak 12 orang tewas mengenaskan. Ratusan rumah di Desa Balinuraga hangus dibakar. Sekitar 300 kepala keluarga dengan jumlah 1.000 jiwa terpaksa mengungsi.
Peristiwa berdarah itu diawali hal sepele. Dua gadis asal Desa Agom yang sedang mengendarai sepeda motor menabrak sepeda yang dinaiki dua pemuda dari Desa Balinuraga. Dua pemuda itu lalu membantu. Kedua gadis itu risih karena merasa dilecehkan saat pemuda asal Balinuraga membantu.
Rupanya kejadian ini berbuntut panjang. Orangtua kedua gadis tak terima. Mereka merasa anaknya mengalami pelecehan. Hingga akhirnya warga Desa Agom juga marah dan menuntut tanggung jawab keluarga pemuda Balinuraga. Hingga akhirnya bentrok pun terjadi.
Menang jadi arang, kalah jadi abu. Konflik, apapun bentuknya tak hanya merusak persaudaraan tapi juga membunuh masa depan. Akhirnya, kedua belah pihak pun sepakat berdamai, Minggu malam 4 November 2012. Ada 10 poin utama yang disepakati kedua pihak untuk menyudahi konflik antar warga Lampung Selatan. Warga kembali beraktivitas dan perekonomian kembali normal.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto mengatakan, kesepakatan perdamaian ini harus disosialisasikan hingga ke tataran masyarakat bawah. "Tidak sebatas kesepakatan para tokoh saja. Ini penting, tanpa itu maka apa yang kita inginkan untuk damai akan susah dilakukan," kata Djoko, Senin 5 November 2012.
Langkah damai terkait konflik juga sudah pernah dilakukan warga di Ambon dan di Poso.
Damai itu indah
Konflik antar warga sebelumnya juga terjadi di Lampung Selatan. Sejak Sabtu hingga Senin 28-30 Oktober 2012, warga Desa Agom dengan Desa Balinuraga saling bunuh. Sebanyak 12 orang tewas mengenaskan. Ratusan rumah di Desa Balinuraga hangus dibakar. Sekitar 300 kepala keluarga dengan jumlah 1.000 jiwa terpaksa mengungsi.
Peristiwa berdarah itu diawali hal sepele. Dua gadis asal Desa Agom yang sedang mengendarai sepeda motor menabrak sepeda yang dinaiki dua pemuda dari Desa Balinuraga. Dua pemuda itu lalu membantu. Kedua gadis itu risih karena merasa dilecehkan saat pemuda asal Balinuraga membantu.
Rupanya kejadian ini berbuntut panjang. Orangtua kedua gadis tak terima. Mereka merasa anaknya mengalami pelecehan. Hingga akhirnya warga Desa Agom juga marah dan menuntut tanggung jawab keluarga pemuda Balinuraga. Hingga akhirnya bentrok pun terjadi.
Menang jadi arang, kalah jadi abu. Konflik, apapun bentuknya tak hanya merusak persaudaraan tapi juga membunuh masa depan. Akhirnya, kedua belah pihak pun sepakat berdamai, Minggu malam 4 November 2012. Ada 10 poin utama yang disepakati kedua pihak untuk menyudahi konflik antar warga Lampung Selatan. Warga kembali beraktivitas dan perekonomian kembali normal.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto mengatakan, kesepakatan perdamaian ini harus disosialisasikan hingga ke tataran masyarakat bawah. "Tidak sebatas kesepakatan para tokoh saja. Ini penting, tanpa itu maka apa yang kita inginkan untuk damai akan susah dilakukan," kata Djoko, Senin 5 November 2012.
Langkah damai terkait konflik juga sudah pernah dilakukan warga di Ambon dan di Poso.
Ambon 13 tahun silam pernah dilanda konflik berdarah dengan mengusung isu agama. Banyak korban berjatuhan. Rumah, masjid dan gereja dibakar. Kini, Ambon telah bersatu. Upaya damai kala itu digalakkan tokoh masyarakat dan ormas keagamaan.
Bahkan sekelompok anak muda Kristen dan Islam di kota Ambon, misalnya, berusaha merajut kembali persaudaraan melalui secangkir kopi. Mereka membentuk kelompok perdamaian. Namanya 'Coffe Badati'. Semangat mereka sama, masa lalu adalah renungan. Kini tatap masa depan.
Pada September 2011 lalu, kelompok ini menggelar acara akbar yang mengusung tema, "Refleksi Badati Damai". Ratusan masyarakat juga hadir dalam acara yang digelar di kawasan Gong Perdamaian Dunia itu. Hajatan besar itu digelar setelah ada tawuran, yang dicemaskan bisa memancing kembali trauma konflik 13 tahun lampau itu.
Para pemuda itu juga menggelar acara serupa pada Januari 2012 lalu. Acara itu digelar demi memperingati tragedi kelam, konflik horizontal yang mulai meletup 19 Januari 1999 lalu.
Istilah "Badati" berasal dari bahasa leluhur orang Maluku yang artinya patungan. Bersama-sama, atau gotong royong. Dalam aktivitasnya, para pemuda dari berbagai agama ini, rajin membagi-bagi kopi kepada warga dan penjaga keamanan. Belakangan mereka tidak hanya membagi-bagi kopi, tapi juga gula dan roti.
Di Poso, Sulawesi Tengah, tahun 2001 silam juga pernah 'berdarah'. Disebutkan ada sekitar 2.000 orang tewas, 60.000 rumah rusak. Namun, dengan kemauan mereka untuk bersatu, maka damai itu pun tercipta.
Meski begitu, warga Poso prihatin dengan situasi Poso dalam tiga bulan terakhir ini. Sejumlah teror dan kekerasan yang terjadi dikhawatirkan akan kembali mengulang kerusuhan berdarah di masa lalu.
Anggota DPRD Poso, Udin Odjobolo berharap agar teror dan kekerasan itu tidak berujung konflik seperti masa lalu. "Kami warga Poso tidak mau jatuh dua kali pada lubang yang sama. Kami sudah merasakan betapa sakitnya hidup dalam konflik," kata Udin. Dia mendesak agar aparat keamanan serius menanggani kasus teror dan kekerasan yang belakangan terjadi. Siapa pun pelakunya. (sj)
Bahkan sekelompok anak muda Kristen dan Islam di kota Ambon, misalnya, berusaha merajut kembali persaudaraan melalui secangkir kopi. Mereka membentuk kelompok perdamaian. Namanya 'Coffe Badati'. Semangat mereka sama, masa lalu adalah renungan. Kini tatap masa depan.
Pada September 2011 lalu, kelompok ini menggelar acara akbar yang mengusung tema, "Refleksi Badati Damai". Ratusan masyarakat juga hadir dalam acara yang digelar di kawasan Gong Perdamaian Dunia itu. Hajatan besar itu digelar setelah ada tawuran, yang dicemaskan bisa memancing kembali trauma konflik 13 tahun lampau itu.
Para pemuda itu juga menggelar acara serupa pada Januari 2012 lalu. Acara itu digelar demi memperingati tragedi kelam, konflik horizontal yang mulai meletup 19 Januari 1999 lalu.
Istilah "Badati" berasal dari bahasa leluhur orang Maluku yang artinya patungan. Bersama-sama, atau gotong royong. Dalam aktivitasnya, para pemuda dari berbagai agama ini, rajin membagi-bagi kopi kepada warga dan penjaga keamanan. Belakangan mereka tidak hanya membagi-bagi kopi, tapi juga gula dan roti.
Di Poso, Sulawesi Tengah, tahun 2001 silam juga pernah 'berdarah'. Disebutkan ada sekitar 2.000 orang tewas, 60.000 rumah rusak. Namun, dengan kemauan mereka untuk bersatu, maka damai itu pun tercipta.
Meski begitu, warga Poso prihatin dengan situasi Poso dalam tiga bulan terakhir ini. Sejumlah teror dan kekerasan yang terjadi dikhawatirkan akan kembali mengulang kerusuhan berdarah di masa lalu.
Anggota DPRD Poso, Udin Odjobolo berharap agar teror dan kekerasan itu tidak berujung konflik seperti masa lalu. "Kami warga Poso tidak mau jatuh dua kali pada lubang yang sama. Kami sudah merasakan betapa sakitnya hidup dalam konflik," kata Udin. Dia mendesak agar aparat keamanan serius menanggani kasus teror dan kekerasan yang belakangan terjadi. Siapa pun pelakunya. (sj)
• LuckyDelapaNews
0 comments:
Post a Comment